IMMagazine NEWS
IMM KOM FISIP UMJ
Sudah sepatutnya mahasiswa mengabdikan diri kepada masyarakat. Akhir bulan lalu, tepatnya pada 30 September 2017, BEM FISIP UMJ melaksanakan program Pendidikan Politik dalam bentuk penyuluhan PILKADA kepada warga desa Cibuyutan, Bogor, Jawa Barat. Program ini merupakan program BEM UMJ., yaitu desa binaan. Setiap fakultas harus membuat program sesuai dengan background keilmuan masing-masing.
BEM FISIP UMJ mendapatkan kesempatan untuk menghadirkan program sesuai dengan bidang
keilmuannya. Sebelum melaksanakan program di sana, BEM FISIP UMJ membaca hasil social
maping yang telah dilakukan oleh BEM UMJ selama satu bulan. Hasil social maping menggambarkan bahwa di desa Cibuyutan, masih marak money politic. Oleh karenanya, perlu ada pendidikan politik bagi warga setempat khususnya pemilih pemula. Hal ini didukung juga
dengan akan dilakukannya PILKADA pada april 2018 mendatang. Jawa Barat adalah salah satu daerah yang melakukan Pemilihan, jadi program BEM FISIP UMJ dinilai sangat relevan dan sesuai dengan kebutuhan desa Cibuyutan. Sasaran program adalah warga desa Cibuyutan khususnya pemilih pemula agar menambah wawasan, pengetahuan dan meningkatkan partisipasi masyarakat desa Cibuyutan.
Alasan BEM FISIP membuat program penyuluhan ini adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Masyarakat di sana berpikiran bahwa belum tentu orang yang dipilih meperhatikan mereka. Makanya ada money politic untuk menarik masyarakat agar mau memilih. Ada yang menarik dengan money politic di sana. Ternyata budaya money politic ini dikemas dengan nama ‘uang es’. Kenapa dinamakan uang es? Sebab medan atau area dari desa ke TPS sangat susah dan jauh. Desa Cibuyutan berada di lereng gunung, sedangkan TPS ada di pinggir jalan raya, hal ini yang membuat masyarakat setempat malas untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Jadi, masyarakat diberikan uang untuk beli es agar tidak kehausan di perjalanan menuju TPS. Namun, uang es ini belum diketahui asalnya dari siapa. Pada program penyuluhan ini, Bapak Djoni Gunanto, SIP., M.Si., yang juga dosen FISIP menjadi narasumber, “Kegiatan BEM FISIP di sana adalah penyuluhan, dengan narasumber dosen fisip UMJ, Bapak Djoni Gunanto. Jadi beliau memberikan materi terkait PILKADA dan KPUD Bogor. Namun ada yang berbeda dan unik sekali. Tidak seperti penyuluhan-penyuluhan biasa. Uniknya terletak pada bahasa yang digunakan, bukan bahasa Indonesia melainkan bahasa sunda. Mulai dari moderator hingga narasumber. Salut pokoknya untuk Pak Djoni”, tutur ketua BEM FISIP UMJ, Umu Nusaibah sambil mengacungkan jempol. Bahasa sunda digunakan sebagai alat komunikasi dalam penyuluhan sebab masyarakat di sana sangat pasif dalam berbahasa Indonesia. Walaupun sebenarnya bisa berbahasa Indonesia, namun untuk merespon dengan bahasa Indonesia
masyarakat Cibuyutan sedikit kesulitan. Maka dari itu, BEM FISIP bersama narasumber berinisiatif untuk menggunakan bahasa sunda selama penyuluhan berlangsung. Hal ini dinilai berhasil oleh Umu, sebab jumlah yang hadir sangat banyak memenuhi ruang kelas hingga teras/halaman di luar kelas. Umu juga menggambarkan suasan penyuluhan di sana sangat ramai, dan seru. Sepertinya informasi yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat, sebab mereka sangat enjoy bahkan tidak jarang ada gelak tawa disela penyuluhan. Cara ini mungkin bisa menjadi contoh bagi daerah lain yang kesulitan dalam mensosialisasikan
hal tertentu di kalangan masyarakat desa pedalaman.(dm).
Senin, 09 Oktober 2017
Kamis, 07 September 2017
Lagu The Changcuters dan Cerita Pengabdian
Tulisan ini dipersembahkan untuk seluruh Mahasiswa KKNMU Untuk Negeri 2017, angkatan IV dan masyarakat Desa Seri Kembang III, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Tak
tampak gedung yang menjulang. Hanya sawah yang membentang. Hijau daun pohon
rindang. Sungai jernih penuh ikan. Orangpun beri senyuman. Riang saling jabat
tangan. Tak tampak ada kemacetan. Hanya sepeda dan delman. Saling
berkejar-kejaran. Bocah ramai berlarian. Mengitari taman-taman. Bernyanyi dan
berpengangan. Bila malam gelap menjelang, langit terang bertabur bintang dan
problema hidup seperti menghilang. Aku telah merindu, kampung halamanku. Tak
sabar hatiku untuk lekas jumpa orang tua.[1]
Begitu
lagu salah satu band asal Indonesia, The Changcuters, membuat aku rindu akan
kampung halaman baruku, Seri Kembang. Mendengarkan lagu ini, bukan Bogor (kampung
halamanku) yang kuingat, melainkan Ogan Ilir. Bukanlah sebuah bentuk
pengkhianatan terhadap Bogor sebagai tanah kelahiranku. Tapi, aku merasa Seri
Kembang telah menjadi kampung halaman bagiku. Karena di sana aku menemukan
keluarga baru, walaupun tidak sedarah tapi aku dan mereka menjadi kami,
keluarga. Tak terasa sudah satu minggu aku meninggalkan Desa Seri Kembang, yang
memberikan banyak kenangan. Lagu itu benar-benar menggambarkan suasana di sana.
Tak ku lihat ada gedung tinggi layaknya di sini (Jakarta), yang ada hanyalah
pohon dan kebun di kanan dan kiri. Tak tampak ada macet layaknya di sini
(Jakarta), yang ada hanyalah gerombolan sapi dan kambing yang dilepas bebas.
Ramahnya masyarakat dan riangnya anak-anak membuat hati tentram dan nyaman.
Hangatnya keluarga Pak Kades dan kebersamaan teman-teman baru membuat diri ini
tak kuasa bergegas cepat-cepat pergi. Aku juga berasal dari sebuah desa di
kabupaten Bogor, tapi Seri Kembang berbeda. Desa ini benar-benar desa (walaupun
sudah ada Alfamart, hehe….). Suasana ini membuatku betah dan bertanya,
mengapa satu bulan saja???? Jika Bang Toyyib saja betah berlama-lama
meninggalkan istri dan anak tiga tahun lamanya tanpa alasan yang jelas. Maka
kenapa kami hanya diberikan kesempatan satu bulan saja meninggalkan keluarga
untuk alasan pengabdian??? Yah, kupikir awalnya satu bulan adalah waktu yang
cukup untuk KKN. Ternyata aku salah prediksi, KNN ini justru menjadi guru
bagiku. Guru untuk mengajarkan rasa syukur. Alhamdulillah, tanah ini kaya,
indah, megah walau tanpa gedung-gedung tinggi seperti di Jakarta.
Kesan
pertama ketika ku injak tanah Ogan Ilir adalah Bolang[2].Bocah
Petualang yang sangat ceria bermain dengan indahnya alam. Iya, aku merasa masa
kecilku kembali lagi. Masa kecil yang aku habiskan untuk bermain, mencari ikan
di sawah, memetik jeruk di kebun, memanjat pohon jambu, bermain layangan di
lapangan. Rasanya media bermainku hanya alam ini. Sudah sekitar 14 tahun lalu
aku merasakan indahnya alam untuk bermain. Sekarang, hanya tinggal kenangan.
Namun ketika aku sampai di Palembang dan diantarkan ke Ogan Ilir, aku merasakan
kembali suasana masa kecilku yang amat ku rindu. Bagaikan Bolang yang berangkat
ke Palembang, ke Seri Kembang. Senang bukan kepalang.
Sambil menjalankan program, aku dan
teman-teman sekelompok mencuri waktu berjalan ke kebun nanas dan karet untuk
berpetualang. Menakjubkan, menjadi seorang petani karet tidak semudah yang
kubayangkan. Ku pegang pahat[3],
batang karet ku sayat. Tak ku sangka betapa sulitnya menyayat batang pohon
karet. Ternyata ini yang dilakukan oleh masyarakat yang mayoritas sebagai
petani karet. Di waktu subuh pergi ke kebun, menyayat batang pohon karet, dan
memanen setiap hari. Pemandangan yang cukup asing bagiku melihat keseharian
masyarakat desa. Sepi di pagi hari, ramai di sore yang cerah.
Bocah beramai-ramai setiap malam ke
posko untuk belajar, mengaji, mengerjakan PR, bermain, bahkan hanya sekedar
berbincang dengan ayuk[4]
dan kakak[5]
KKN. Mereka antusias menyambut kami. Setiap bertemu di jalan atau dimanapun,
mereka selalu menyapa dan berteriak “KKN!!
KKN!!” dengan wajah sumringah. Haru melihat betapa gembiranya mereka kedatangan
kami dari berbagai daerah. Akupun gembira, kedatanganku dan teman-teman KKN
lainnya sangat diterima. Hubunganku dengan anak-anak semakin hari semakin
dekat. Aku tahu, bahwa mereka tidak ingin kami pulang. Sebab mereka ingin tetap
ada yang membimbing belajar dan bermain. Berat hati ini ketika membaca
surat-surat yang diberikan oleh anak-anak sebelum kepulangan kami. Terlebih
jika aku ingat ketika salah seorang dari mereka menginginkan aku tetap tinggal
di Seri Kembang untuk mengajar sampai ia pintar, “Dek, ayuk minta maaf. Ayuk ndak bisa lama-lama di sini. Walaupun ayuk
pulang, kamu harus tetap semangat mengaji, menghafal al-quran, dan belajar”
Berat hati ini mengatakannya.
Petualangan ini menjadi episode
paling berharga, dan menakjubkan selama aku hidup. Selalu setiap teman dan
dosenku bertanya “Bagaimana KKN di
Palembang?” Aku selalu menjawab “Enak,
pengen nambah sebulan lagi.” Jawaban itu adalah jawaban paling pas untuk
menggambarkan KKN ini. Enak, yang bikin enak yaitu suasana desa penuh pepohonan,
tanpa macet dan yang pasti kapal selam, lenjer, kulit, model, tekwan yang
hampir setiap hari mampir di perutku. Puas rasanya aku bertemu sekawanan
mpempek yang amat nikmat. Lelahnya melaksanakan program KKN tidak terasa, semua
ringan kami kerjakan. Kami semua sangat senang dengan desa ini.
Satu hari menjelang kepergian kami, hujan turun tiada henti, biasanya
hujan tak begini. Mungkin ia tahu, bahwa esok aku dan teman-temanku akan pergi,
kembali ke rumah masing-masing. Langitpun menangis mengiringi kepergian kami.
Tak sadar, pipiku basah. Tetesan air mata ini keluar tak bisa ditahan.
Perpisahan ini selalu ku ingat setiap saat. Berat hati ku meninggalkan keluarga
baruku, ibu, bapa, ayuk, kaka, adik, semua keluarga bagiku. Satu bulan saja, kurang
rasanya. Masih banyak yang ingin aku lakukan. Petualangan ini menjadi kenangan.
Tapi kenangan bisa menjadi sebuah cerita indah untuk bernostalgia kelak jika
aku diberikan kesempatan bertemu keluarga baruku lagi di Ogan Ilir. Teman-teman
baru dari berbagai daerah, keluarga baru layaknya keluarga sendiri, membuatku nyaman
dan betah tinggal di Seri Kembang. Kisah petualangan ini akan menjadi tulisan
yang luar biasa bagiku, akan aku bagikan ke anak dan cucuku nanti. Terimakasih
Seri Kembang, kau hadiahkan aku kisah petualangan yang luar biasa berharga.
Alam yang indah. Alam yang penuh makna. Akankah aku
kembali ke sana?
Jakarta, 7 September 2017, 20:10 WIB
Dinar Meidiana
Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta
[1] Lirik lagu Rindu Orang Tua dari The
Changcuters.
[2] Si
Bocah Petualang salah satu program sebuah stasiun TV swasta yang menggambarkan
kehidupan anak-anak di desa. Biasanya setiap episode menceritakan tokoh Bocah
yang berbeda dari setiap daerah di Indonesia.
[3] Pahat adalah alat untuk menyayat
batang pohon karet untuk mengeluarkan getahnya.
[4] Panggilan kakak perempuan
[5] Panggilan kakak laki-laki
Rabu, 12 Juli 2017
Bedanya Musyawarah dengan Voting
Indonesia merupakan negara dengan usia demokrasi yang masih sangat muda. Bahkan diusianya yang tergolong muda, keberanian Indonesia untuk melakukan pemilihan langsung sangat patut diacungi jempol. Kenapa? Sebab Indonesia adalah negara luas, negara kepulauan. Bayangkan pemilihan langsung secara serentak dilakukan di seluruh provinsi yang saat ini sudah mencapai 34 provinsi. Kondisi negara Indonesia dengan berbagai kebudayaan juga menjadi salah satu kendala dalam pemilihan umum. Contohnya, beberapa daerah di Papua yang masyarakatnya cenderung masih menggunakan system sosial adat Papua yang masih tradisional. Kepala suku menentukan siapa pemimpin yang akan dipilih, maka jangan heran ketika terdapat kasus surat suara dicoblos dengan cara surat suara ditumpuk kmudian dicoblos pada gambar calon yang sama. Bukan sebuah kecurangan, namun ini adalah aturan bahwa masyarakat suku memberikan kewenangannya untuk memilih kepada kepala suku. Beberapa hal tersebut merupakan kekurangan dalam teknis pemilihan. Namun yang paling peting adalah konsep voting dengan one man one vote yang ditawarkan demokrasi menjadi salah satu hal yang dinilai kurang baik untuk memilih pemimpin maupun mengambil sebuah keputusan. Setiap orang, siapapun orangnya, apapun profesi, pekerjaan, dan pendidikannya, yang telah memenuhi syarat untuk memilih sama-sama memiliki satu suara. Antara suara orang tidak berpendidikan dan professor, juga suara preman dan ustadz disamakan, tidak ada bedanya. Banyak orang bilang demokrasi adalah system terbaik. System dengan pemerintahan rakyat dianggap baik dan bagus diterapkan. Tapi, apakah benar demokrasi adalah
system terbaik?
Jika kita melihat kembali ke zaman pada masa Rasulullah memimpin Madinah, jauh sebelum Indonesia terlahir menjadi sebuah negara yang berdaulat. Islam telah lebih dulu
menjalankan sebuah roda pemerintahan. Sebutlah masa kekhalifahan mulai dari Rasulullah, Abu Bakar Asshiddiq, hingga Ali bin Abi Thalib. Pada masa itulah, roda pemerintahan dijalankan sesuai dengan ajaran Allah (Al Quran) dan Rasul (Hadits). Memang Indonesia bukanlah negara islam, tapi tidak ada salahnya kita mengambil pelajaran dari para ulama terdahulu.
Rasulullah tidak mengenal teori trias politica yang membagi kekuasaan antara eksekutif, legislative, dan yudikatif. Namun Rasulullah telah menciptakan dan menjalankan sebuah system pemerintahan yang sangat baik. Pemerintahan pada masa khalifah juga tidak mengenal one man one vote layaknya dalam demokrasi. Islam mengajarkan untuk bermusyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk untuk memilih seorang pemimpin. Kita dapat mengartikan
musyawarah dari asal kata syawaroh (bahasa Arab) yang artinya memeras madu. Dalam kegiatan memeras madu, akan diambil madu paling bagus, bersih, dan murni yang sudah terpisah dari sarangnya. Begitupula dengan musyawarah, mencari solusi yang paling baik dan tepat, dan yang
terpenting bukan hasil suara terbanyak. Keputusan yang dihasilkan dari suara terbanyak belum tentu keputusan terbaik.
Proses memilih pemimpin pada masa itu menggunakan musyawarah sebagai cara yang wajib digunakan. Satu hari setelah nabi wafat, tokoh masyarakat dari dua suku besar yakni Muhajirin dan Anshar melakukan pertemuan di Tsaqifah Bani Saidah untuk bermusyawarah memilih pemimpin menggantikan Rasulullah. Pada forum musyawarah tersebut, terpilihlah Abu
Bakar sebagai khalifah. Abu bakar terpilih dengan proses yang tidak singkat. Awalnya kaum Anshor telah memilih satu orang untuk dijadikan pemimpin yaitu Saad bin Ubadah. Mereka berpendapat bahwa kaumnya lebih berhak memimpin dibanding kaum Muhajirin yang merupakan pendatang. Namun Umar bin Khattab menegaskan bahwa Arab tidak mengenal halsemacam itu. Pada akhrinya kedua kaum sepakat untuk memilih pemimpin dari kaum Quraisy
sebab Rasulullah berasal dari kaum Quraisy. Maka Abu Bakar meminta Umar bin Khattab mengulurkan tangannya untuk dibai’at. Tapi Umar menolak, alasannya adalah pada saat Rasul sakit dan tidak dapat menjadi imam shalat di masjid, Rasul hanya menginginkan Abu Bakar yang menjadi imam shalat menggantikannya. Jadi, Umar berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang pantas menjadi pemimpin (khalifah). Begitulah proses musyawarah memilih pemimpin pada saat itu. Bukan dari siapa yang memperoleh dukungan terbanyak, tapi siapa yang terbaik dan pantas untuk menjadi seorang pemimpin.
Musyawarah untuk menentukan pengganti Rasulullah dilakukan oleh perwakilan dari kaum Muhajirin dan Anshar yang dipercaya oleh masing-masing kaumnya. Perwakilan ini disebut ahlul halli wal aqdhi. Ahlul halli wal aqdhi merupakan sebutan bagi orang –orang yang dipercaya untuk memilih pemimpin. Rakyat percaya bahwa perwakilannya dapat memilih pemimpin yang baik. Rakyat menerima dan ikhlas dengan semua keputusan. Tidak sampai disitu, Ahlul halli wal aqdhi juga bertugas untuk memusyawarahkan untuk memilih pemimpin pada saat kepemimpinan Umar berakhir. Konsep one man one vote sangat bertolak belakang dengan
konsep Ahlul halli wal aqdhi. Rakyat memberikan kepercayaan penuh kepada Ahlul halli wal aqdhi yang dianggap mampu untuk mendapatkan hasil keputusan terbaik, karena merekalah yang dari segi ilmu dan pengetahuan sangat jauh diatas masyarakat lainnya. Bandingkan dengan konsep one man one vote, setiap orang memiliki hak yang sama dalam memilih. Jika saja orang yang memiliki hak pilih adalah orang yang tidak berpengetahuan, maka ia akan memilih dengan subjektifitas dirinya. Tidak heran banyak praktik money politic di Indonesia, sebab menarik
massa untuk memilih hanya dengan selembar uang kertas. Sedangkan Ahlul halli wal aqdhi, memilih pemimpin dengan asas musyawarah yang akan menghasilkan keputusan terbaik. Ahlul
halli wal aqdhi akan mencari kelemahan, kekuatan, kekurangan, kelebihan, dan apapun sampai
mememukan titik yang paling pas untuk solusi dari persoalan yang dimusyawarahkan.
Ahlul halli wal aqdhi terdiri dari para ulama, para pemimpin suku, pemuka masyarakat, yang dianggap mampu untuk memilih pemimpin. Apabila dilihat tugas dan fungsi ahlul halli wal
aqdhi hampir bahkan sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau Majelis Permusyawaratan Rakyat. Bedanya, lembaga tersebut kini sudah tidak lagi berhak memusyawarahkan untuk
memilih pemimpin seperti dulu kala.
Sabtu, 10 Juni 2017
DIASPORA SEBAGAI DAKWAH MAHASISWA MUHAMMADIYAH
_Breaking News_
Sabtu, 10 Juni 2017. Ketua Umum IMM Kom. FISIP, Moh. Rofiie menyatakan ketegasannya dalam pencalonan ketua dan wakil ketua BEM FISIP UMJ, bahwa IMM mendiasporakan kadernya tidak lain tidak bukan tujuannya untuk mendakwahkan nilai-nilai Muhammadiyah. IMM FISIP UMJ tidak haus jabatan seperti yang diisukan oleh banyak orang, melainkan ingin menjalankan kewajibannya untuk mendakwahkan nilai-nilai Muhammadiyah. IMMawan Rofiie juga mengajak seluruh Kader IMM untuk turut serta mendorong dan mendukung setiap kader yang didiasporakan ke lembaga kampus. Dalam usaha berdakwah di lingkungan FISIP UMJ, IMM akan tegas dalam mengkualifikasikan standar untuk me diasporakan kadernya ke lembaga kampus. Jadi, kader yang didiasporakan tidak sembarangan. Kita sebagai kader IMM memiliki trilogi yang harus diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, setiap usaha yang dilakukan termasuk mendiasporakan kader harus diusahakan dan didukung oleh seluruh kadernya. (dm.) SEBAGAI DAKWAH MAHASISWA MUHAMMADIYAH
Sabtu, 10 Juni 2017. Ketua Umum IMM Kom. FISIP, Moh. Rofiie menyatakan ketegasannya dalam pencalonan ketua dan wakil ketua BEM FISIP UMJ, bahwa IMM mendiasporakan kadernya tidak lain tidak bukan tujuannya untuk mendakwahkan nilai-nilai Muhammadiyah. IMM FISIP UMJ tidak haus jabatan seperti yang diisukan oleh banyak orang, melainkan ingin menjalankan kewajibannya untuk mendakwahkan nilai-nilai Muhammadiyah. IMMawan Rofiie juga mengajak seluruh Kader IMM untuk turut serta mendorong dan mendukung setiap kader yang didiasporakan ke lembaga kampus. Dalam usaha berdakwah di lingkungan FISIP UMJ, IMM akan tegas dalam mengkualifikasikan standar untuk me diasporakan kadernya ke lembaga kampus. Jadi, kader yang didiasporakan tidak sembarangan. Kita sebagai kader IMM memiliki trilogi yang harus diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, setiap usaha yang dilakukan termasuk mendiasporakan kader harus diusahakan dan didukung oleh seluruh kadernya. (dm.)
Rabu, 07 Juni 2017
Indonesia negeri Liberal
Indonesia, negara
dengan kekayaan yang melimpah. Kekayaan Indonesia meliputi pertambangan,
perikanan, kelautan, perkebunan, pertanina, dan lain-lain. Berdasarkan UU pasal
33 yang menjelaskan bahwa perekonomian berdasarkan demokrasi ekonomi,
kemakmuran bagi seluruh rakyat. Cabang-cabang produksi yang penting dan
menguasai hidup orang banyak harus didikuasai oleh negara. bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Artinya, kekayaan alam yang dimiliki negara Indonesia harus dikelola oleh
negara dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat banyak sebagi kesatuan
antara unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah. Negara memiliki kewenangan untuk
mengelola dan mengatur tata guna atau hubungan hukum yang me nyangkut hal
tersebut. Para pemimpin Indonesia yang menyusun Undang Undang Dasar 1945
mempunyai kepercayaan, bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi
dapat mencapai kemakmuran yang merata, yaitu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Dari sabang sampai merauke, potensi kekayaan
alam yang dimiliki negara Indonesia sangatlah banyak. Namun, percayalah bahwa
kemiskinan masyarakat di kawasan yang SDAnya dieksploitasi sangat
memprihatinkan. Ini bukan hanya sekedar gossip atau isu belaka, ini fakta. Banyak
daerah yang lahannya dieksploitasi untuk meningkatkan perekonomian negara malah
menjadi boomerang bagi masyarakat setempat. Salah satu contoh kasus eksploitasi
alam adalah sengketa petani di Teluk Jambe, Karawang dengan perusahaan properti
PT Pertiwi Lestari. Petani di Telukjambe terusir dari lahannya, sebab PT
Pertiwi Lestari telah mendapatkan sertifikasi lahan dari Kemeterian Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sehingga lahannya
digunakan oleh perusahaan tersebut dan meratakan semua bangunan yang merupakan
rumah dari para petani. Jumlah petani kurang lebih 200 orang yang diungsikan ke
rusun karena tidak memiliki tempat tinggal. Sampai saat ini, kasus ini masih
dalam proses penyelesaian. Kasus senengketa lahan Telukjambe adalah salah
satunya. Masih banyak potret kemiskinan, ketidakmampuan rakyat menghadapi para
kaum kapitalis yang dapat melakukan apa saja.
Menurut data di naskah
akademis RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara amanat yang terkandung dalam
pasal 33 belum terimplementasikan dengan baik. Alasannya, satu, terdapat banyak peraturan perundang-undangan (perpu) yang
mengatur tentang pengelolaan kekayaan negara. Perpu yang sudah ada belum
komprehensif dan terpadu antara satu dengan yang lainnya, sehingga belum bisa
untuk mencapai tujuan dari UU pasal 33. Dua,
belum ada sistem pengelolaan yang komprehensif. Salah satu kelemahan pemerintah
dalam pengelolaan kekayaan negara adalah inventarisasi kekayaan negara. Hal ini
menyebabkan pemerintah tidak memiliki database kekayaan negara secara
menyeluruh sehingga banyak potensi kekayaan negara yang tidak teridentifikasi
dan belum optimal untuk kemakmuran rakyat. Tiga,
pengelolaan kekayaan negara belum proporsional. Ada 3 faktor yang diperlukan
untuk pengelolaan kekayaan negara yang proporsional, yaitu: (1) factor ekonomi;
(2) factor sosial; (3) factor ekologi. Saat ini pengelolaan kekayaan negara
masih mengedepankan factor ekonomi. Jadi, pengelolaan kekayaan negara ditujukan
untuk pertumbuhan ekonomi. Namun hal ini tanpa mengikutsertakan dua factor
lainnya (sosial dan ekologi), sehingga masih banyak rakyat Indonesia yang
miskin walaupun negaranya kaya. Selain itu kelestarian alam belum juga menjadi
konsen dalam pengelolaan kekayaan alam, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa
sumber daya manusia di Indonesia yang kurang berkualitas menyebabkan tidak
terjaminnya permasalahan ekologi dapat terintegrasi dalam pengelolaan kekayaan
negara. Empat, belum ada pembagian
kewenangan yang jelas dalam pengelolaan kekayaan negara baik antar sector
maupun antara pemerintah daerah dan pusat. Akibatnya, timbul potensi konflik
diantara pihak-pihak terkait yang disebabkan oleh banyaknya peraturan
perundang-undangan sektoral terkait dengan pengelolaan kekayaan negara yang
belum diduking dengan harmonisasi dan koordinasi yang baik.
Disamping kondisi
pengelolaan kekayaan negara di atas, pemerintah dan rakyat Indonesia tentunya
sangat mengharapkan kondisi ideal dalam mengelola kekayaan negara. sesuai
dengan UU pasal 33 yang telah sering dibahas, bahwa kekayaan negara seharusnya
dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Pengelolaan kekayaan
negara yang ideal sesuai dengan UUD pasal 33 ini adalah, satu, untuk mewujudkan amanat yang terkandung di dalam pasal
tersebut, dibutuhkan good governance
sebagai landasan yang mengacu kepada asas-asas yang meliputi asas keadilan,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas, manfaat, peningkatan
nilai tambah, kesejahteraan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, ketahanan
nasional, dan kemandirian. Dua, dibutuhkan
peraturan perundang-undangan pengelolaan kekayaan yang komprehensif dan
harmonis satu dengan yang lainnya. Selain itu, system pengelolaan kekayaan
negara yang solid, sumber daya manusia yang berintegritas sangat dibutuhkan. Tiga, pengelolaan kekayaan negara perlu
dilakukan secara proporsional dengan memberikan perhatian ke semua factor, baik
factor ekonomi, sosial, dan ekologi tanpa berat sebelah. Hal ini akan mendukung
terbangunnya system pengelolaan kekayaan negara yang ideal dan berkesinambungan
untuk generasi yang akan mendatang. Empat,
adanya pengaturan lingkup kekayaan negara sesuai dengan UUD pasal 33 dan
pasal 23 (yang secara keseluruhan diarahkan pemanfaatannya untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat).
Amanat yang sudah terkandung
di dalam UU 1945 seharusnya dapat diimplementasikan mengingat UUD 1945 pasal 33
adalah pasal yang membahas tentang kemaslahatan rakyat. Sudah sejak lama Indonesia
dikuasai oleh asing, Freepot contohnya. Perusahaan asing yang
tidak dikuasai negara membuat rakyat semakin terbelenggu dalam kemiskinan. Perpanjangan
kontrak yang selalu dilakukan semakin menimbulkan kerugian negara dan rakyat. Satu
pertanyaan yang selalu muncul adalah ‘Kenapa pemerintah tidak memiliki taring
dalam penegakan hukum mengenai kekayaan negara, khususnya kekayaan alam?’. Indonesia
dikuasai para kapitalis asing yang semakin mengancam kemampuan rakyat untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Negeri ini demokrasi, negeri ini neo-liberal,
itu artinya, Indonesia liberal.
Sampai saat ini, DPD sebagai
lembaga legislative tengah menyusun RUU tentang pengelolaan kekayaan negara
yang nantinya akan mengatur pengelolaan kekayaan negara baik yang dikuasai
maupun yang dimiliki. Langkah DPD untuk mengajukan RUU ini sudah lebih dari 10
tahun, namun sampai saat ini RUU tersebut belum juga diterima oleh DPR untuk
kemudian dibahas dan disahkan. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara terus disempurnakan agar dapat disahkan sebagai UU. Kita sebagai rakyat dapat terus menuntut
pemerintah untuk segera memproses hal ini yang dapat disebut sebagai ‘MASALAH’
kesejahteraan rakyat. Pemerintah seharusnya menjadi tokoh yang berpihak pada
rakyat. Sebab, pada dasarnya mereka adalah rakyat yang diberikan amanah oleh
rakyat untuk mengabdi kepada rakyat.
Referensi:
Naskah akademis Ranangan Undang Undang tentang
Pengelolaan Kekayaan Negara tahun 2005.
http://kbr.id
Sabtu, 03 Juni 2017
Gender lagi, gender lagi
Saya bingung. Kenapa isu murahan soal gender masih dibahas? Masih mau memperdebatkan kepemimpinan perempuan?
Isu soal perempuan menjadi pemimpin (politik) selalu menjadi kontroversi. Bagi yang masih debat soal ini, lebih baik banyak-banyak membaca literatur soal kepemimpinan. Perhatikan dan pahami dengan baik, silahkan banyak baca dan pelajari soal kepemimpinan (politik) perempuan.
Sudah tahukah anda tentang Siti Aisyah yang menjadi pemimpin? Sudah tahukah anda Kerajaan Shaba yang sejahtera bukan main dipimpin oleh seorang Ratu bernama Bilqis? Bahkan Indonesia yang katanya demokrasi masih seumur jagung, pernah memiliki presiden seorang perempuan. Amerika Serikat yang demokrasinya sudah dewasa dan matang saja belum pernah memiliki presiden seorang perempuan. Sudah tahukah anda?
Jika masih meragukan perempuan untuk menjadi pemimpin (politik), berarti harus lebih banyak membaca sejarah kepemimpinan (politik) perempuan. Tangerang Selatan saja dipimpin oleh seorang perempuan, bahkan memenangkan PILKADA untuk kedua kali.
Sekali lagi, menjadi pemimpin politik berbeda urusannya dengan pemimpin keluarga. Persoalan laki-laki adalah pemimpin perempuan itu berlaku di tataran keluarga.
Jika hanya sekedar wali kota, ketua organisasi, sah saja. Toh pemilihan yang dilakukan menggunakan asas demokrasi, bebas untuk memilih dan dipilih. Kalau soal gender saja masih dibahas, dimana demokrasinya? Jangan-jangan belum lulus matakuliah Pengantar Ilmu Politik ya?
Sudahlah, isu murahan seperti ini sudah bukan zamannya.
Tulisan seorang mahasiswI biasa,
Cirendeu, 3 Juni 2017
Selasa, 28 Februari 2017
Sebuah kritik
Mereka berteriak benci politik
Mereka berteriak tidak suka politik
Namun setelah ditelisik
Mereka pun ikut berpolitik
Sangat menggelitik
Kebencian akan politik
Membawa mereka ke permainan yang asik
Bolak balik, susun tak tik
Tidak menyerah walau satu detik
Bak maling teriak maling
Tidak mau ambil pusing
Menang, itu yang paling penting
Politik adalah seni
Politik adalah seni. Maksudnya?
Seni dalam meraih apa yang dituju, bisa berbentuk kekuasaan, atau yang lainnya.
Politik itu jelek dan kotor. Salah. Poltik adalah seni. Seni apa yang digunakan untuk meraih tujuan, itu disebut politik. Jelek atau tidaknya politik, bergantung pada orang atau oknum yang melakukannya. Ciptakanlah seni yang indah dalam berpolitik. Agar terlihat elok dan rapi.
Orang awam politik sembarang bicara soal politik, harus berhati-hati. Karna bisa salah membuat statement.
Orang berbicara anti politik. Munafik. Politik tidak akan lepas dari diri setiap manusia.
Kamis, 12 Januari 2017
mengenal huruf dalam bahasa Jepang
assalamu'alaikum..
hari ini kita belajar bahasa Jepang yuk.
kata orang sih bahasa Jepang susah, tapi ternyata tidak sesulit yang dibayangkan kok. mungkin awalnya sulit, karena belum terbiasa. tapi kalo udah bisa sedikit, pasti ketagihan buat belajar lagi.
belajar bahasa Jepang akan mudah kalau kita menggemarinya, apalagi buat orang yang suka sama budaya Jepang, atau suka nonton animasi Jepang (Naruto, One Piece, Detective Conan, Dragon Ball, Kung Fu Boy, dan masih banyak lagi).
nah, kita awali pembelajaran kali ini dengan mengenal huruf dalam bahasa Jepang.
huruf dalam bahasa Jepang ada tiga macam, yaitu:
1. Hiragana, huruf yang digunakan untuk menuliskan kata yang asli bahasa Jepang
2. Katakana, huruf yang digunakan untuk menuliskan kata serapan atau yang berasal dari bahasa asing
3. Kanji, huruf yang digunakan untuk membedakan kata homofon (pengucapan yang sama). huruf ini diambil dari huruf tionghoa, jadi kalau ada kanji yang mirip dengan huruf tionghoa jangan heran. karena memang asalnya dari tionghoa.
tips cara mudah menghapal huruf hiragana, katakana, dan kanji adalah:
1. dengan latihan menulis secara bertahap seperti anak TK yang baru belajar menulis.
2. gunakan buku balok atau buku yang kertasnya sudah tersedia garis yang membentuk tabel kotak kosong untuk latihan menulis
3. sabar dan teliti (teliti dalam melihat langkah menulis huruf)
4. terus mengulang
Ini adalah contoh huruf hiragana. huruf Jepang disusun dengan susunan "A, I, U, E, dan O" yaitu huruf vokal. kemudian huruf lainnya adalah penggabungan antara huruf konsonan dengan huruf vokal, misalnya "KA, KI, KU, KE, KO" dan seterusnya.
あ A か KA
い I き KI
う U く KU
え E け KE
お O こ KO
itulah sekilas mengenai huruf yang digunakan dalam bahasa Jepang.
jika ada kesempatan, kita akan lanjutkan pelajaran bahasa Jepang kita.
selamat belajar bahasa Jepang. 😊
wassalamu'alaikum..
Minggu, 01 Januari 2017
Perempuan dalam Kepemimpinan Politik
Tulisan ini sebenarnya tugas kuliah untuk review materi. tapi ternyata menarik juga topiknya.
Banyak
kajian mengenai perempuan dalam kepemimpinan politik, lebih banyak membahas mengenai
hukum boleh atau tidaknya. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, tidak ada
larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik, baik pemimpin
partai, maupun pemimpin dalam tataran pemerintahan. Namun, seringkali hukum
bagi perempuan memimpin dicampur dengan hukum islam. Berbagai hadits dan ayat
Al Quran digunakan untuk menjadi referensi hukum yang sah. Hal ini menjadi
perdebatan menarik ketika terdapat seorang perempuan menjadi pemimpin. Hal ini
juga dikonstruk oleh budaya yang selalu membedakan perempuan dan laki laki,
baik derajat, maupun karakter, dan sebagainya. Perempuan seringkali diposisikan
di bawah laki laki. Sehingga, ketika perempuan mengambil posisi di atas
(seorang pemimpin politik) selalu diperdebatkan. Perempuan selalu diidentikkan dengan feminine,
penuh kasih sayang, lemah lembut, dan lebih sering menggunakan perasaan dalam
berpikir. Sedangkan laki laki adalah manusia yang maskulin, kuat, dan rasional,
lebih menggunakan logika dalam berpikir.
Sebetulnya,
tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik,
apalagi di negara demokrasi. Pemimpin politik tidak selalu presiden, tapi bisa
juga pemimpin partai, anggota dewan, gubernur, walikota, dan sebagainya.
Menurut saya, perempuan memiliki peran dan pengaruh bagi kelangsungan suatu
negara. Karakter perempuan yang berperasaan sangat penting untuk memutuskan
sebuah kebijakan. Maka dari itu, perempuan memiliki peran untuk menyeimbangkan
laki laki dalam memutuskan dan membuat sebuah kebijakan. Sebab, sebuah
kebijakan tidak semua bisa diputuskan berdasarkan rasio dan logika, namun juga perasaan
yang memang lebih banyak dimiliki oleh
perempuan.
Seiring
berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berkembang pula pemikiran mengenai
perempuan dengan munculnya berbagai pemikiran feminisme. Hal ini dibuktikan
dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang kuota 30% bagi perempuan di
kursi parlemen. Perempuan dalam kepemimpinan politik menjadi jembatan untuk
mengantarkan aspirasi perempuan. Sehingga perempuan tidak lagi dianggap sebagai
manusia yang rendah derajatnya, tapi perempuan dapat bergerak lebih luas dengan
memperjuangkan hak dan aspirasinya. Jadi, perempuan dalam kepemimpinan politik
ialah menyeimbangkan peran laki laki untuk membuat kebijakan, serta menyuarakan
aspirasi dan memperuangkan hak perempuan.
Langganan:
Postingan (Atom)