Jumat, 28 Oktober 2016

IMM dan Praktik Komunikasi Politik

Mengingat kembali pergerakan mahasiswa pada era 60an hingga reformasi. Gerakan mahasiswa begitu luar biasa menghasilkan perubahan nyata bagi Indonesia. Hingga saat reformasi, puncak pergerakan mahasiswa akhirnya mencapai kesuksesan. Suksesnya mewujudkan reformasi mencapai Indonesia berdemokrasi.

Hingga saat ini pergerakan mahasiswa selalu hadir mewarnai dinamika politik Indonesia. Terkait fungsi mahasiswa sebagai agent of change, social control, dan iron stock, mahasiswa perlu membangun komunikasi politik yang baik. Komunikasi politik merupakan penyampaian pesan maupun informasi dengan simbol atau hal-hal yang bekaitan dengan politik.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai gerakan mahasiswa, memiliki trilogi dan trikompetensi ikatan yang menjadi aspek penting bagi seorang kader. Religius, intelek, dan humanis sebagai cakupan yang harus diamalkan oleh kader untuk umat. Sebagai mahasiswa islam, keintelektualitas dan religiusitas kader sangat harus dimiliki oleh kader. Tapi, ada satu aspek yang tidak kalah penting yaitu humanitas. Humanitas membahas soal kemaslahatan umat. Jiwa kemanusiaan kader termasuk didalamnya. Berbicara humanitas, berbicara pula persoalan yang ada di masyarakat. Kader IMM berusaha untuk memecahkan dan mengatasi persoalan yang ada di masyarakat. Itu berarti IMM memiliki jiwa sosialis, yakni membela kaum du'afa (lemah) dan mustad'afin (kaun yang sebenarnya tidak lemah, namun dilemahkan oleh sistem). Artinya, gerakan humanitas kader dapat dilakukan salah satunya dengan mengkritisi, menuntut kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, juga melemahkan rakyat dengan sistem dan konsep kenegaraan yang neo-liberalis.

Mengapa Komunikasi Politik?

Komunikasi politik penting bagi mahasiswa untuk melakukan lobi maupun negosiasi dengan para elit politik. Komunikasi politik dapat dilakukan dengan teori jarum suntik, yakni penggunaan media massa secara luas untuk kepentingan komunikasi yang bertujuan untuk melahirkan gejala-gejala mass society. Strategi komunikasi politik mahasiswa khususnya kader IMM, dapat melalui teori jarum suntik tadi. Memanfaatkan media massa untuk bersuara, bisa melalui tulisan, atau aksi turun ke jalan. Mahasiswa merupakan bagian dari sistem politik di Indonesia yakni sebagai suprastruktur memiliki peran dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Mahasiswa sebagai kelas menengah dalam masyarakat memiliki kewajiban sebagai jembatan penghubung komunikasi antara rakyat dan pemerintah. Maka dari itu, mahasiswa harus beraksi nyata dalam menyuarakan kepentingan masyarakat.

IMM dan Praktik Komunikasi Politik

Berdasarkan 6 Penegasan IMM, tertulis bahwa IMM lillaahi ta'ala didirikan untuk kemaslahatan umat. Oleh karenanya, apapun yang menyangkut permasalahan rakyat, kader IMM terlibat di dalamnya.
Praktik komunikasi politik IMM mengedepankan nilai santun dan damai. Kader IMM haruslah peka dan responsif terhadap segala macam isu mengenai kemaslahatan umat. Selain itu, dibutuhkan pula kader yang aktif di masyarakat agar mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya akan disuarakan kepada pemerintah.
Aksi nyata mahasiswa tidak melulu soal aksi turun ke jalan. Walaupun, aksi turun ke jalan sangat penting dan perlu juga dilakukan. Namun, ada jalan lain bagi kader IMM untuk membangun komunikasi politik yakni dengan mengukir pemikiran lewat tulisan yang ditulis dan dimuat di media massa. Kita manfaatkan fungsi media massa sebagai aktor utama dalam pembentukan opini publik.

Kader tidak melulu menjadi mahasiswa intelek yang pintar di bangku kuliah. Tapi kader adalah inti pergerakan yang akan menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan.
Berkaryalah untuk negeri.
Jaya! IMM JAYA!

Rabu, 19 Oktober 2016

Bedah Buku "Becoming Muhammadiyah"


Rabu, 19 Oktober 2016, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat FISIP UMJ menggelar acara bedah buku Becoming Muhammadiyah. Acara ini digelar dengan mendatangkan narasumber yang merupakan penulis dan editor buku serta pembanding. Narsumber yang merupakan penulis buku diantaranya, Dr. Ma'mun Murod, M.Si., yang merupakan wadek 3 FISIP UMJ, Andar Nubowo, Ph.D., Hajriyanto Y Thohari, Chusnul Mar'iyah, Ph.D., serta hadir pula Syafiq Hasyim, Ph,D., dan Abshar Abdalla sebagai pembanding.

Buku ini berisikan pengalaman maupun cerita para penulis buku dalam prosesnya menjadi seorang kader Muhammadiyah. Karena sebagian besar penulis buku lahir bukan dari keluarga Muhammadiyah. Menarik sekali ketika mendengar cerita maupun pengalaman para penulis menceritakan proses menuju Muhammadiyah. Perdebatan klasik seputar qunut, tahlil dan sebagainya mewarnai perbincangan di bedah buku terebut.

Buku ini menginspirasi karena pengalaman yang tertulis merupakan pengalaman orang-orang yang berangkat bukan dari keluarga Muhammadiyah. Bapak Andar mengungkapkan bahwa dulu ketika belum mengenal Muhammadiyah, beliau tidak suka ketika melihat gambar matahari dengan warna hijau. Oleh karena itu merupakan lambang Muhammadiyah. Namun saat ini, beliau justru menjadi kader Muhammadiyah yang menghidupi amal usaha Muhammadiyah. Lain lagi dengan ibu Chusnul Mar'iyah yang sebetulnya keluarga Muhammadiyah, namun besar di lingkungan NU. Ketika lulus sekolah tinggi, beliau diminta ayahnya untuk kembali menghidupi Muhammadiyah. Itu beberapa cerita sepintas dari para penulis. Bapak Ulil selaku pembanding dengan latar belakang NU mencairkan suasana dengan sedikit candaan yang mengatakan bahwa "Tuhan Maha Adil, matahari milik Muhammadiyah, sedangkan bulan milik NU. Jadi dunia ini hanya milik kita berdua"

Menarik sekali ketika menghadiri acara bedah buku Becoming Muhammadiyah. Sebetulnya, mungkin banyak yang memiliki cerita "Becoming Muhammadiyah"nya masing-masing. Tapi buku ini sudah mewakili cerita proses menjadi Muhammadiyah.

Penasaran bagaimana isi bukunya?


Senin, 17 Oktober 2016

Konsep Kepemimpinan

Lagi iseng, post tugas kuliah aja kali ya.. 
Semoga manfaat. :)

KONSEP KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan tidak lepas dari kata memimpin. Memimpin berarti memandu, mengepalai. Secara etimologi pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Menurut Burns, kepemimpinan merupakan proses hubungan timbal balik pemimpin dan pengikut dalam memobilisasi berbagai sumber daya ekonomi politik dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Terdapat beberapa konsep kepemimpinan, misalnya kepemimpinan dalam Syi’ah (Imamiyah). Syi’ah merupakan golongan orang-orang yang menolak Umayyah dan Abbasiyah sebagai pemimpin. Alasannya, Umayyah dan Abbasiyah dianggap tidak beriman dan amoral[1]. Maka, kepemimpinan diturunkan ke Ali bin Abi Thalib sampai ke keturunannya berdasarkan peristiwa ghadir khum. Dalam konsep kepemimpinan syi’ah, pemimpin adalah wali tuhan. Seorang pemimpin memiliki pengetahuan yang sempurna tentang syari’at Al Quran dan Hadits (yang diwariskan dari satu imam kepada imam lainnya). Pengetahuan tersebut hanya ajaran yang diwariskan dari imam atau wakilnya yang merupakan pengetahuan sejati.
Selain memiliki pengetahuan yang sempurna, Imam juga terjaga dari dosa. Menurut teolog Syi’ah, manusia cenderung berbuat salah dan karenanya butuh bimbingan. Maka. Tuhan menganugerahkan bimbingan yang benar kepada manusia melalui iam yang terjaga dari dosa (ma’shum).

Referensi :
 Black, Antony, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj., Jakarta: Serambi, 2006.


[1]·         Black, Antony, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj., Jakarta: Serambi, 2006.