Tulisan ini dipersembahkan untuk seluruh Mahasiswa KKNMU Untuk Negeri 2017, angkatan IV dan masyarakat Desa Seri Kembang III, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Tak
tampak gedung yang menjulang. Hanya sawah yang membentang. Hijau daun pohon
rindang. Sungai jernih penuh ikan. Orangpun beri senyuman. Riang saling jabat
tangan. Tak tampak ada kemacetan. Hanya sepeda dan delman. Saling
berkejar-kejaran. Bocah ramai berlarian. Mengitari taman-taman. Bernyanyi dan
berpengangan. Bila malam gelap menjelang, langit terang bertabur bintang dan
problema hidup seperti menghilang. Aku telah merindu, kampung halamanku. Tak
sabar hatiku untuk lekas jumpa orang tua.[1]
Begitu
lagu salah satu band asal Indonesia, The Changcuters, membuat aku rindu akan
kampung halaman baruku, Seri Kembang. Mendengarkan lagu ini, bukan Bogor (kampung
halamanku) yang kuingat, melainkan Ogan Ilir. Bukanlah sebuah bentuk
pengkhianatan terhadap Bogor sebagai tanah kelahiranku. Tapi, aku merasa Seri
Kembang telah menjadi kampung halaman bagiku. Karena di sana aku menemukan
keluarga baru, walaupun tidak sedarah tapi aku dan mereka menjadi kami,
keluarga. Tak terasa sudah satu minggu aku meninggalkan Desa Seri Kembang, yang
memberikan banyak kenangan. Lagu itu benar-benar menggambarkan suasana di sana.
Tak ku lihat ada gedung tinggi layaknya di sini (Jakarta), yang ada hanyalah
pohon dan kebun di kanan dan kiri. Tak tampak ada macet layaknya di sini
(Jakarta), yang ada hanyalah gerombolan sapi dan kambing yang dilepas bebas.
Ramahnya masyarakat dan riangnya anak-anak membuat hati tentram dan nyaman.
Hangatnya keluarga Pak Kades dan kebersamaan teman-teman baru membuat diri ini
tak kuasa bergegas cepat-cepat pergi. Aku juga berasal dari sebuah desa di
kabupaten Bogor, tapi Seri Kembang berbeda. Desa ini benar-benar desa (walaupun
sudah ada Alfamart, hehe….). Suasana ini membuatku betah dan bertanya,
mengapa satu bulan saja???? Jika Bang Toyyib saja betah berlama-lama
meninggalkan istri dan anak tiga tahun lamanya tanpa alasan yang jelas. Maka
kenapa kami hanya diberikan kesempatan satu bulan saja meninggalkan keluarga
untuk alasan pengabdian??? Yah, kupikir awalnya satu bulan adalah waktu yang
cukup untuk KKN. Ternyata aku salah prediksi, KNN ini justru menjadi guru
bagiku. Guru untuk mengajarkan rasa syukur. Alhamdulillah, tanah ini kaya,
indah, megah walau tanpa gedung-gedung tinggi seperti di Jakarta.
Kesan
pertama ketika ku injak tanah Ogan Ilir adalah Bolang[2].Bocah
Petualang yang sangat ceria bermain dengan indahnya alam. Iya, aku merasa masa
kecilku kembali lagi. Masa kecil yang aku habiskan untuk bermain, mencari ikan
di sawah, memetik jeruk di kebun, memanjat pohon jambu, bermain layangan di
lapangan. Rasanya media bermainku hanya alam ini. Sudah sekitar 14 tahun lalu
aku merasakan indahnya alam untuk bermain. Sekarang, hanya tinggal kenangan.
Namun ketika aku sampai di Palembang dan diantarkan ke Ogan Ilir, aku merasakan
kembali suasana masa kecilku yang amat ku rindu. Bagaikan Bolang yang berangkat
ke Palembang, ke Seri Kembang. Senang bukan kepalang.
Sambil menjalankan program, aku dan
teman-teman sekelompok mencuri waktu berjalan ke kebun nanas dan karet untuk
berpetualang. Menakjubkan, menjadi seorang petani karet tidak semudah yang
kubayangkan. Ku pegang pahat[3],
batang karet ku sayat. Tak ku sangka betapa sulitnya menyayat batang pohon
karet. Ternyata ini yang dilakukan oleh masyarakat yang mayoritas sebagai
petani karet. Di waktu subuh pergi ke kebun, menyayat batang pohon karet, dan
memanen setiap hari. Pemandangan yang cukup asing bagiku melihat keseharian
masyarakat desa. Sepi di pagi hari, ramai di sore yang cerah.
Bocah beramai-ramai setiap malam ke
posko untuk belajar, mengaji, mengerjakan PR, bermain, bahkan hanya sekedar
berbincang dengan ayuk[4]
dan kakak[5]
KKN. Mereka antusias menyambut kami. Setiap bertemu di jalan atau dimanapun,
mereka selalu menyapa dan berteriak “KKN!!
KKN!!” dengan wajah sumringah. Haru melihat betapa gembiranya mereka kedatangan
kami dari berbagai daerah. Akupun gembira, kedatanganku dan teman-teman KKN
lainnya sangat diterima. Hubunganku dengan anak-anak semakin hari semakin
dekat. Aku tahu, bahwa mereka tidak ingin kami pulang. Sebab mereka ingin tetap
ada yang membimbing belajar dan bermain. Berat hati ini ketika membaca
surat-surat yang diberikan oleh anak-anak sebelum kepulangan kami. Terlebih
jika aku ingat ketika salah seorang dari mereka menginginkan aku tetap tinggal
di Seri Kembang untuk mengajar sampai ia pintar, “Dek, ayuk minta maaf. Ayuk ndak bisa lama-lama di sini. Walaupun ayuk
pulang, kamu harus tetap semangat mengaji, menghafal al-quran, dan belajar”
Berat hati ini mengatakannya.
Petualangan ini menjadi episode
paling berharga, dan menakjubkan selama aku hidup. Selalu setiap teman dan
dosenku bertanya “Bagaimana KKN di
Palembang?” Aku selalu menjawab “Enak,
pengen nambah sebulan lagi.” Jawaban itu adalah jawaban paling pas untuk
menggambarkan KKN ini. Enak, yang bikin enak yaitu suasana desa penuh pepohonan,
tanpa macet dan yang pasti kapal selam, lenjer, kulit, model, tekwan yang
hampir setiap hari mampir di perutku. Puas rasanya aku bertemu sekawanan
mpempek yang amat nikmat. Lelahnya melaksanakan program KKN tidak terasa, semua
ringan kami kerjakan. Kami semua sangat senang dengan desa ini.
Satu hari menjelang kepergian kami, hujan turun tiada henti, biasanya
hujan tak begini. Mungkin ia tahu, bahwa esok aku dan teman-temanku akan pergi,
kembali ke rumah masing-masing. Langitpun menangis mengiringi kepergian kami.
Tak sadar, pipiku basah. Tetesan air mata ini keluar tak bisa ditahan.
Perpisahan ini selalu ku ingat setiap saat. Berat hati ku meninggalkan keluarga
baruku, ibu, bapa, ayuk, kaka, adik, semua keluarga bagiku. Satu bulan saja, kurang
rasanya. Masih banyak yang ingin aku lakukan. Petualangan ini menjadi kenangan.
Tapi kenangan bisa menjadi sebuah cerita indah untuk bernostalgia kelak jika
aku diberikan kesempatan bertemu keluarga baruku lagi di Ogan Ilir. Teman-teman
baru dari berbagai daerah, keluarga baru layaknya keluarga sendiri, membuatku nyaman
dan betah tinggal di Seri Kembang. Kisah petualangan ini akan menjadi tulisan
yang luar biasa bagiku, akan aku bagikan ke anak dan cucuku nanti. Terimakasih
Seri Kembang, kau hadiahkan aku kisah petualangan yang luar biasa berharga.
Alam yang indah. Alam yang penuh makna. Akankah aku
kembali ke sana?
Jakarta, 7 September 2017, 20:10 WIB
Dinar Meidiana
Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta
[1] Lirik lagu Rindu Orang Tua dari The
Changcuters.
[2] Si
Bocah Petualang salah satu program sebuah stasiun TV swasta yang menggambarkan
kehidupan anak-anak di desa. Biasanya setiap episode menceritakan tokoh Bocah
yang berbeda dari setiap daerah di Indonesia.
[3] Pahat adalah alat untuk menyayat
batang pohon karet untuk mengeluarkan getahnya.
[4] Panggilan kakak perempuan
[5] Panggilan kakak laki-laki
Jika tak sengaja di pertemukan mungkin perpisahan hanyalah sebuah lelucon saat semua cerita ke indahan itu baru saja kau rangkai dan perpisahan ini akan bermakna saat semua kenangan itu menembus batas kerinduan..
BalasHapusperpisahan ini bukan lelucon. tapi perpisahan ini adalah awal dari sebuah harapan untuk kita semua bertemu kembali di kampung halaman baru.
Hapus