Tulisan ini sebenarnya tugas kuliah untuk review materi. tapi ternyata menarik juga topiknya.
Banyak
kajian mengenai perempuan dalam kepemimpinan politik, lebih banyak membahas mengenai
hukum boleh atau tidaknya. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, tidak ada
larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik, baik pemimpin
partai, maupun pemimpin dalam tataran pemerintahan. Namun, seringkali hukum
bagi perempuan memimpin dicampur dengan hukum islam. Berbagai hadits dan ayat
Al Quran digunakan untuk menjadi referensi hukum yang sah. Hal ini menjadi
perdebatan menarik ketika terdapat seorang perempuan menjadi pemimpin. Hal ini
juga dikonstruk oleh budaya yang selalu membedakan perempuan dan laki laki,
baik derajat, maupun karakter, dan sebagainya. Perempuan seringkali diposisikan
di bawah laki laki. Sehingga, ketika perempuan mengambil posisi di atas
(seorang pemimpin politik) selalu diperdebatkan. Perempuan selalu diidentikkan dengan feminine,
penuh kasih sayang, lemah lembut, dan lebih sering menggunakan perasaan dalam
berpikir. Sedangkan laki laki adalah manusia yang maskulin, kuat, dan rasional,
lebih menggunakan logika dalam berpikir.
Sebetulnya,
tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik,
apalagi di negara demokrasi. Pemimpin politik tidak selalu presiden, tapi bisa
juga pemimpin partai, anggota dewan, gubernur, walikota, dan sebagainya.
Menurut saya, perempuan memiliki peran dan pengaruh bagi kelangsungan suatu
negara. Karakter perempuan yang berperasaan sangat penting untuk memutuskan
sebuah kebijakan. Maka dari itu, perempuan memiliki peran untuk menyeimbangkan
laki laki dalam memutuskan dan membuat sebuah kebijakan. Sebab, sebuah
kebijakan tidak semua bisa diputuskan berdasarkan rasio dan logika, namun juga perasaan
yang memang lebih banyak dimiliki oleh
perempuan.
Seiring
berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berkembang pula pemikiran mengenai
perempuan dengan munculnya berbagai pemikiran feminisme. Hal ini dibuktikan
dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang kuota 30% bagi perempuan di
kursi parlemen. Perempuan dalam kepemimpinan politik menjadi jembatan untuk
mengantarkan aspirasi perempuan. Sehingga perempuan tidak lagi dianggap sebagai
manusia yang rendah derajatnya, tapi perempuan dapat bergerak lebih luas dengan
memperjuangkan hak dan aspirasinya. Jadi, perempuan dalam kepemimpinan politik
ialah menyeimbangkan peran laki laki untuk membuat kebijakan, serta menyuarakan
aspirasi dan memperuangkan hak perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar