Minggu, 01 Januari 2017

Perempuan dalam Kepemimpinan Politik

Tulisan ini sebenarnya tugas kuliah untuk review materi. tapi ternyata menarik juga topiknya.

            Banyak kajian mengenai perempuan dalam kepemimpinan politik, lebih banyak membahas mengenai hukum boleh atau tidaknya. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik, baik pemimpin partai, maupun pemimpin dalam tataran pemerintahan. Namun, seringkali hukum bagi perempuan memimpin dicampur dengan hukum islam. Berbagai hadits dan ayat Al Quran digunakan untuk menjadi referensi hukum yang sah. Hal ini menjadi perdebatan menarik ketika terdapat seorang perempuan menjadi pemimpin. Hal ini juga dikonstruk oleh budaya yang selalu membedakan perempuan dan laki laki, baik derajat, maupun karakter, dan sebagainya. Perempuan seringkali diposisikan di bawah laki laki. Sehingga, ketika perempuan mengambil posisi di atas (seorang pemimpin politik) selalu diperdebatkan.  Perempuan selalu diidentikkan dengan feminine, penuh kasih sayang, lemah lembut, dan lebih sering menggunakan perasaan dalam berpikir. Sedangkan laki laki adalah manusia yang maskulin, kuat, dan rasional, lebih menggunakan logika dalam berpikir.
            Sebetulnya, tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik, apalagi di negara demokrasi. Pemimpin politik tidak selalu presiden, tapi bisa juga pemimpin partai, anggota dewan, gubernur, walikota, dan sebagainya. Menurut saya, perempuan memiliki peran dan pengaruh bagi kelangsungan suatu negara. Karakter perempuan yang berperasaan sangat penting untuk memutuskan sebuah kebijakan. Maka dari itu, perempuan memiliki peran untuk menyeimbangkan laki laki dalam memutuskan dan membuat sebuah kebijakan. Sebab, sebuah kebijakan tidak semua bisa diputuskan berdasarkan rasio dan logika, namun juga perasaan yang  memang lebih banyak dimiliki oleh perempuan.
            Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berkembang pula pemikiran mengenai perempuan dengan munculnya berbagai pemikiran feminisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang kuota 30% bagi perempuan di kursi parlemen. Perempuan dalam kepemimpinan politik menjadi jembatan untuk mengantarkan aspirasi perempuan. Sehingga perempuan tidak lagi dianggap sebagai manusia yang rendah derajatnya, tapi perempuan dapat bergerak lebih luas dengan memperjuangkan hak dan aspirasinya. Jadi, perempuan dalam kepemimpinan politik ialah menyeimbangkan peran laki laki untuk membuat kebijakan, serta menyuarakan aspirasi dan memperuangkan hak perempuan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar