Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah
gerakan yang selalu berafiliasi dengan kepentingan ummat. Akan terus memberikan
warna tersendiri dalam meneduhkan rasa khawatir masyarakat akan pemimpin atau
pimpinannya, menjadikannya selalu belajar untuk terus konsisten memperjuangkan
kaum-kaum (masyarakat) yang lemah atau dilemahkan. Perjuangan yang lebih dari setengah abad ini, menunjukkan
betapa daruratnya Indonesia dalam berbagai persoalan, kekhawatiran rakyat
Indonesia menjadi pesuruh di rumahnya sendiri akan menjadi mimpi jahat dalam
sepanjang hidupnya. Sungguh keras perjuangan rakyat Indonesia dalam membela
dirinya sendiri, siapa yang harus bertanggung untuk ini semua? Kita kaum- kaum
yang terdidik dan manusia pilihan, Tuhan ciptakan untuk menjadi solusi dan
menjadi manfaat bagi orang-orang sekelilingnya. Rasa sakit yang sama menjadikan
perjuangan itu terus tumbuh dan mengggelora. Jiwa yang selalu bergetar akan
menjadi senjata terbaik dalam membela manusia. Kita yang darahnya merah akan
menjadi saluran energi yang hebat, karena kita adalah SATU, melangkah bersama
dengan wujud yang pasti. Menjadikan Negara ini berkemajuan: menjalankan
keyakinan sesuai agama masing, proporsional terhadap warga Negara dan
memanusiakan manusia dengan bingkai kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia, akan menjadikan format yang ideal dalam membangun produktifitas
mental rakyat Indonesia.
Sebagai
gerakan mahasiswa Islam, IMM memilki misi yang luar biasa untuk Agama dan
Negara, misi yang selalu mencerminkan transendensi dan nilai kemanusiaan, akan
menjadikan panji-panji yang berada dalam setiap tinkatan semakin bertambah
ghiroh dakwahnya, hal ini tidak hanya membuat IMM seperti menjalankan rutinitas
organisasi sebagai formalitas. Tapi jauh lebih dalam dari pada hal tersebut
yakni ingin menunjukkan rasa bangganya menjadi bagian dalam memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Ruh inspirasi yang sekaligus menjadi langkah kongkrit IMM
tidak terlepas dari enam penegasan yang selalu menjadi falsafah dalam melakukan
pergerakannya “Bahwa IMM merupakan organisasi mahasiswa islam yang legal,
sebagai ortom Muhammadiyah dan perjuangannya lillaahi
ta’ala senantiasa di abadikan untuk umat dan negara”. Inilah yang
menjadikan IMM sampai detik ini tetap berjuang dan selalu bergerak dikarenakan
selalu diikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam 6 penegasan tersebut.
Selain
6 penegasan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga memiliki trilogi dan
trikompetensi dalam gerakannya. yakni religiusitas, inteleletualitas dan
humanitas, dan yang di maksud dari religiusitas tersebut adalah mentranformasi
Islam yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Assunah kepada masyarakat dalam
bentuk yang sebenarnya, menjadikan Islam sebagai solusi terhadap permasalah-permasalahan
yang menjadi bencana pemerintah dan yang paling harus di respon adalah persoalan
yang menimpa rakyat Indonesia. Yang di maksud dengan Intelektualitas adalah dengan selalu memaksimalkan
potensi akal manusia dan peranannya kepada masyarakat agar selalu menjadi
jawaban bagi rakyat Indonesia. Untuk itulah di butuhkan agen –agen atau kader
yang kontibutif yang tinggi dalam menjalankan misi kemanusian tersebut. Strategi
yang ditransformasikan dari konsep gerakan tersebut, adalah pilar yang menjadikan
tetap terjaganya nilai-nilai yang terkandung dalam trilogy dan trikompetensi
tersebut
Sebagai ortom (organisasi
otonom) Muhammadiyah, tentu IMM menginduk kepada Muhammadiyah. IMM sebagai
lahan dakwah Muhammadiyah dikalangan mahasiswa. Tapi, jangan heran kalau
sebagian besar kader IMM justru bukan berasal dari Muhammadiyah. Bisa dibilang
bahwa IMM sebagai gerbang masuk Muhammadiyah bagi mahasiswa yang bukan
Muhammadiyah. Begitu juga dengan saya. Saya mengenal IMM karena
saya kuliah di PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah). Mungkin kalau saya tidak
kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, belum tentu saya menjadi kader IMM
bahkan mengenal IMM. Awalnya saya mengikuti perkaderan dasar tidak semata-mata
hanya untuk menjawab rasa keingintahuan saya pada saat Mastama (Masa Ta’aruf
Mahasiswa) tahun 2014. Tapi dengan penuh kemauan yang tinggi, saya ikut DAD
untuk belajar berorganisasi di IMM kelak. Mungkin saya sudah terdoktrin oleh
pernyataan-pernyataan senior maupun dosen bahwa mahasiswa FISIP tidak lengkap
rasanya kalau tidak berorganisasi, karena organisasi adalah ladang belajar bagi
mahasiswa FISIP apalagi jurusan Ilmu Politik. Oleh sebab itulah, saya bertekad
untuk aktif berorganisasi agar bisa mendapatkan ilmu yang lebih dari seker
belajar di kelas.
Awal
perkenalan saya dengan IMM pada saat Masa Ta’aruf Mahasiswa. Namanya saja sudah
keren, ta’aruf. Benar-benar ta’aruf. Kenalan sama IMM mulai dari IMM
itu apa, dari mana asalnya, bagaimana sejarahnya, tujuannya apa, sampai kenalan
juga sama kadernya. Waktu itu, kami dibagi kelompok dan setiap kelompok
memiliki instruktur yang membimbing selama prosesi perkenalan dengan IMM
berlangsung, namanya Kak Azwardi dan Kak Ana. Dua kakak ini yang sampai saat
ini saya tidak lupakan. Karena mereka yang mengantarkan saya ke gerbang masuk
IMM. Lihat nih kak, saya sudah jadi kader loh. Hehe. Singkat cerita, dulu saya
terus cari informasi soal IMM. Ada acara seminar yang diadakan oleh IMM, saya
datang walaupun sendiri tanpa teman. Sampai akhirnya saya daftar DAD di FISIP
dan mengikuti proses screening. Tapi apa daya, tangan tak sampai. Tanggal DAD
FISIP bentrok dengan acara di rumah. Seperti dapat kupon hadiah yang
bertuliskan “kurang beruntung, silahkan coba lagi”. Ternyata, DAD bukan hanya
di FISIP saya dihantarkan menjadi delegasi di DAD FIP bersama seorang teman,
Nola.
Proses
perkaderan dasar saya ikuti, walaupun bukan di fakultas sendiri alias
didelegasikan ke fakultas lain yakni FIP UMJ. Berbeda rasanya mengikuti DAD di
FIP dengan DAD di FISIP. Setelah DAD, ternyata teman-teman DAD FISIP banyak
memiliki ilmu seperti tata cara persidangan, dan aksi atau demonstrasi. Kedua
hal tersebut menjadi perbedaan yang sangat signifikan apabila dibandingkan
dengan DAD FIP. Mendengarkan cerita teman-teman yang belajar persidangan dan aksi,
cemburu rasanya. Saya di FIP malah jadi peserta lomba cerdas cermat. Walau
kelihatannya lucu tapi menyenangkan, saya bisa lebih banyak tahu soal IMM lewat
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat cerdas cermat. Saya sadar, bahwa
setiap fakultas memiliki local wisdomnya
masing-masing. Darul Arqam Dasar menjadi pengalaman yang cukup luar biasa,
karena saya menjadi salah satu peserta di fakultas lain. Bersama Nola delegasi
dari FISIP menjadikan kami lebih banyak mengenal teman dari FIP ketimbang dari
fakultas lainnya. Tapi kadang merasa tidak enak juga, ketika kader FIP menyapa
dan saya hanya bisa bilang “hey! Apa kabar?” tanpa tahu namanya. Sulit rasanya
mengenal seluruh kader FIP hanya dalam waktu tiga hari, yang selanjutnya jarang
bahkan hamper tidak pernah bertemu.
Setelah
DAD di FIP, bergabunglah saya di komisariat FISIP. Segala bentuk kegiatan
diikuti, mulai dari RTL, kepanitiaan kegiatan sampai musyawarah komisariat.
Lelah rasanya berIMM. Namun setelah dua tahun berIMM, ternyata lelah menjawab
segalanya. Rasa lelah ini tidak hanya lelah semata. Lelah ini menghasilkan buah
yang manis. Kenapa manis? Iya, manis. Karena IMM menjadi wadah, tempat, ladang
bagi saya untuk belajar. Ilmu yang bermanfaat telah saya rasakan. Mungkin dulu
saya tidak pernah membayangkan apa manfaat saya berIMM, tapi ternyata manfaat
ini sangat membantu saya dalam perkuliahan. Berbicara di depan banyak orang dan
berargumen sudah bukan lagi hal yang menakutkan. Itu semua saya dapatkan dari
IMM. Hingga sampai saat ini saya menjadi pengurus di komisariat, bertambah lagi
ilmu bagi saya.
Dua
tahun sudah bersama IMM. Menjadi seorang kader tidaklah mudah. Banyak tantangan
dan cobaan selama dua tahun berIMM. Sedih, senang, kecewa, kesal, pahit, manis,
semua kami rasakan. Tapi semua perasaan itulah yang menjadi kenangan, yang akan
menjadi cerita saat sudah tua kelak. Pengalaman aksi, turun ke jalan, tidak
semua mahasiswa bisa merasakan pengalaman itu. Bersyukurlah jadi salah satu
mahasiswa yang pernah aksi turun ke jalan memperjuangkan hak rakyat. Pengalaman
berpolitik di kampus juga jangan diremehkan. Bukan sekedar belajar, politik
kami di kampus sudah seperti dinamika politik Indonesia. Menjadi ketua KPU
tingkat fakultas, walaupun hanya melanjutkan tetap saja pengalaman. Menjadi tim
sukses dari salah satu pasangan calon ketua dan wakil ketua BEM walaupun harus
lelah dengan strategi, tetap saja pengalaman. Punya pengalaman itu
menyenangkan. Setidaknya stock cerita
untuk diceritakan nanti pada saat reunian segudang. Tidak terbayang kalau seandainya
tidak ikut DAD, tidak jadi kader IMM, maka tidak ada pengalaman, tidak banyak
teman, tidak banyak ilmu. Mentok-mentok reunian sama temen kelas, obrolan
seputar obrolan kelas. Ya, itu semua menjadi segudang cerita bagi saya dan
sahabat-sahabat saya tentunya.
Inilah
cerita kader FISIP, berpolitik bukan hal yang lazim dilakukan. Tapi jangan
salah, kami berpolitik untuk belajar mempraktekan segala teori yang kami
pelajari di kelas. Berbicara soal politik, rasanya walaupun IMM tidak berpolitik
praktis. Namun penting kader IMM memahami politik, karena pergerakan mahasiswa
amat dekat dengan politik. Memang dasarnya mahasiswa politik, apa-apa pasti
politik. Mau bagaimana lagi, sudah menjadi doktrin. Hehe.
Menjadi
kader selama ini bukan waktu yang singkat. Segala macam bentuk perasaan dan
pengalaman sudah terasa. Kami, kita semua adalah kader merah yang bersama-sama
berjuang untuk umat. Maafkan kalau usaha kami belum maksimal. Kami akan terus
berjuang untuk ikatan. Kami bangga dengan merahmu, IMM. Kami bangga.
Segudang
cerita rasanya tak cukup saya tuliskan di sini. Masih banyak cerita di gudang
saya. Anggap saja gudang. Karena gudang itu penuh dengan barang-barang. Anggap
saja cerita ini sebagai barang yang memenuhi gudang. Semoga gudang ini tidak
terlupakan, tidak berdebu, tidak rusak. Karena, berharga sekali punya gudang
cerita. Apalagi cerita-ceritanya luar biasa. Sugoi.
Jayalah
ikatanku.
IMM
JAYA!
Bogor,
11 November 2016, 23:06
Dari
kamar seorang kader biasa.